www.rmol.co
Aku adalah seorang mahasiswa semester dua disalah satu Perguruan Tinggi Negeri. Aku mengerti betul, bagaimana kondisi di sekitarku saat ini. Aku mungkin manusia yang hobi bermimpi. Memimpikan hal-hal yang bagiku perlu untuk diwujudkan. Karena menurutku, bermimpi itu hal penting. Seperti dalam syair lagu Laskar Pelangi – Nidji, “ Mimpi adalah kunci untuk kita menakhlukkan dunia”. Begitu pula mimpiku terhadap Indonesia. Bahkan mimpiku bertemu dengan Bapak Jokowi.
Andai aku mempunyai kesempatan bertemu dengan Bapak Jokowi sehari saja. Aku mungkin akan berceloteh panjang lebar kepadanya. Aku akan berkata kepadanya hal-hal yang aku lihat dan rasakan selama hampir 18 tahun ini di Indonesia.
Aku akan bercerita kepada Bapak Presiden tentang bagaimana keadaan para pengamen dan pengemis yang mempertaruhkan nasibnya di lampu-lampu merah. Karena aku melihat sebagian dari mereka adalah anak-anak.
m.minangkabaunews.com
Bahkan tak jarang, di kampus tempatku menuntut ilmu, banyak sosok pengemis yang beberapa dari mereka adalah anak-anak. Mataku berkaca-kaca, seketika itu genangannya pun tumpah. Bagaimana hati tak menderu, jika anak-anak yang seharusnya menuntut ilmu di sekolah harus mencari nafkah di jalanan. Aku memang merasakan bagaimana kepemimpinan Bapak Jokowi selama hampir dua tahun ini. Namun bagaimana dengan anak-anak yang mengamen dan mengemis tersebut?
indonesian.tempo.co
Aku ingin berkata kepada Bapak, tolong perhatikan nasib anak- anak itu. Karena untuk merubah suatu bangsa itu harus dimulai dari hal-hal yang mendasar. Nasib bangsa Indonesia beberapa tahun kemudian bergantung kepada anak-anak itu. Mereka generasi penerus bangsa. Mereka mempunyai potensi dan kemampuan yang berbeda-beda. Mereka adalah harapan bangsa dimasa mendatang. Kita bayangkan saja, jika generasi muda rusak, apa yang akan terjadi dengan Indonesia beberapa tahun mendatang? Aku mohon pak, tolong pertegas UU 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, serta UUD 1945 pasal 34 ayat 1 bahwa “Fakir miskin dan anak-anak terlantar diipelihara oleh Negara”.
img.antaranews.com
Pak presiden, tolong perbaiki pendidikan di Indonesia. Karena sebuah Negara tak kan maju jika generasi muda buta akan ilmu. Tolong pak, berikan program pendidikan gratis kepada seluruh anak Indonesia hingga ke perguruan tinggi, terutama bagi mereka yang kurang mampu. Dengan begitu mereka dapat memperoleh haknya. Tak memandang meski mereka berasal dari keluarga yang kurang mampu. Aku yakin mereka mempunyai potensi yang besar jika diasah dan dikembangkan.
Pak presiden yang terhormat, tolong perhatikan lagi nasib rakyat kecil. Nasib para petani, nelayan, buruh, dan rakyat kecil lainnya. Di Kudus tempatku dilahirkan, sebagian besar penduduknya bermata pencarian menjadi seorang petani. Mereka bergantung kepada hasil yang mereka tanam. Kebanyakan dari mereka menanam padi untuk kebutuhan hidupnya.
doc. Richa
Aku pernah bertanya kepada tetanggaku yang juga seorang petani tentang apakah dengan bertani mereka dapat mencukupi kebutuhan hidupnya? Jawabannya pun mengejutkan, ia menjawab bahwa biaya biaya bibit, bajak sawah, tenaga pekerja, obat, pupuk dan lain-lain tak sebanding dengan penjualan padinya. Harga beras tak sebanding dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Itu pun jika mereka berhasil panen. Lain lagi jika mereka gagal panen. Aku bertanya lagi, “Kenapa bapak melakukan hal yang jelas-jelas tidak menguntungkan?” Petani pun menjawab, “Kalau gak seperti ini, mau kerja apa lagi? Bertani sudah menjadi budaya dari turun temurun. Kami bukan mencari keuntungan. Paling tidak, kami mempunyai stok beras dirumah untuk makan anak istri. Kami sudah senang.”
Seketika itu hatiku tersentuh. Ada genangan yang tak kuijinkan menetes. Tertahan di pelupuk mata. Betapa ikhlas dan sederhananya mereka. Mereka memang rakyat kecil, tapi mereka mempunyai hati yang besar. Bahkan ketika keadilan tak berpihak kepada mereka. Mereka tetap tersenyum dan terus bekerja. Aku kagum kepada petani-petani itu. Petani mungkin adalah contoh kecil dari keadaan rakyat kecil di negeri ini.
Andai saja aku bisa bertemu dengan Pak presiden sehari saja, mungkin aku akan berceloteh tak henti-henti, lebih daripada yang kutulis saat ini.